Jumat, April 24, 2009

Fasilitas..

Mirror mirror on the wall..

Ketika Anda dihadapkan pada kata “fasilitas”, apa yang terlintas dalam benak dan pikiran Anda?
Apakah perasaan puas, merasa segala kebutuhan Anda pada akhirnya terpenuhi atau justru Anda merasa terbebani dengan adanya fasilitas dalam kehidupan Anda, terbebani oleh perasaan tidak menyenangkan yang berkaitan dengan ketergantungan yang dapat berakibat pada cacat-kemandirian?
Bagi saya, saya menantikannya sekaligus khawatir merasa terbebani karenanya.
Kenapa? Karena saya terdoktrin oleh kalimat yang berbunyi ”Hidup bagai roda yang berputar”. Bahwa tak selamanya seseorang berada dipuncak kejayaan hidup..
Namun seiring berjalannya waktu, fasilitas menjadi sebuah simbol gaya hidup hedonis. Membuat saya muak dan mulai mempertanyakan arti sebuah kemapanan.
Dalam hal fasilitasi ini saya merasa perlu untuk introspeksi diri, mengoreksi apa-apa yang kurang atau terlalu berlebih dalam diri saya. Satu hal yang sangat saya sadari, menuntut sesuatu untuk memuaskan ego pribadi memang semudah membalikkan telapak tangan, namun saat kita dihadapkan pada sebuah tuntutan untuk mengusahakan sendiri dengan segala daya dan upaya kita untuk mewujudkannya...? Jangankan saya, Anda sendiri pasti sudah memiliki jawaban ’sahih’ untuk pernyataan itu.
Banyak diantara kita -termasuk saya tentunya- yang cenderung memilih jalan mudah untuk memenuhi ego itu. Dengan berbagai cara dan alasan kita masing-masing. Untuk kasus saya, saya cenderung bersikap menurut gengsi dan kekerasan hati saya (bad uween, bad! :P). Saya lebih suka menyimpan keinginan itu selama beberapa saat, baru kemudian mencoba mewujudkannya setelah melalui proses berfikir kilat (karena saya termasuk pribadi yang kurang sabar :P), pada akhirnya ketika keinginan saya tidak terwujud, gengsi mulai memainkan perannya.
See? Hasil introspeksi saya menyatakan bahwa saya memang pribadi yang kurang bijak. Jadi sesekali ketika keinginan saya tidak terfasilitasi, saya menyikapinya dengan ”gak kesampean bukan berarti Allah gak sayang sama gue, belum waktunya aja kali. Ingat, Ween! Kegagalan adalah sukses yang tertunda”. Walau sebenarnya perasaan saya sudah kembang-kempis bahkan mengkeret memikirkannya.. :D
Pasti ada diantara Anda yang senaif saya dalam menyikapi kegagalan dalam memfasilitasi diri... Karena untuk meluapkan rasa kecewa (bahkan sedih atau marah) kok rasanya seperti menuding Sang Maha Pencipta.
Namun tidak saya pungkiri, bahwa pikiran-pikiran negatif biasanya bergejolak ditengah usaha untuk tetap mempertahankan pikiran positif itu. Meski pada akhirnya semuanya saya ambil sebagai pelajaran hidup dalam mengambil keputusan selain sebagai cambuk agar saya tetap menjadi pribadi yang optimis dan antusias.

Mungkin Anda mau menambahkan? Saya akan sangat senang jika bisa mendapat masukan dan kritik serta saran lain selain dari refleksi saya dihadapan cermin.. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar